Recent Posts

Contributors

Pertama Kali Travelling, Terancam Dipulangkan ke Indonesia (Part 2)

Friday 1 November 2019




" Pak, di sini dingin sekali, saya belum makan. Jika lama, mungkin saya mati" Kata saya kepada pegawai Imigrasi Bandara LCCT itu. Belakangan saya tau dari teman-teman jika Pak Haji itu memang kejam dan nekat. Sudah tujuh jam saya berada di dalam kantor Imigrasi LCCT yang terkenal dengan suhu rendahnya. Kemudian saya beranjak untuk shalat isya di mushalla di dalam kantor. Pegawai imigrasi mondar-mandir, tapi tak ada satupun yang melihat apalagi menyapa. Badan saya sangat gemetar ketika berwudhu. Sangat dingin dan belum makan mungkin menjadi sebab gemetar.

Setelah selesai menunaikan ibadah shalat isya, saya kembali ke tempat semula tadi. Duduk sambil memandang lukisan dan beberapa bingkai bertuliskan motto-motto dalam bahasa Malaysia. Kemudian pas di depan kursi saya duduk, lewat lelaki paruh baya, sepertinya keturunan tionghoa berkewarganegaraan Singapura. Beliau punya masalah dengan paspor juga, tetapi Pak Haji tadi langsung muncul dan bercengkrama dengan beliau. "Malaysia dulu saling membantu membangun negeri Singapura" Puji lelaki paruh baya tersebut. Kemudian mereka saling tertawa dan lelaki warga negara Singapura tadi menghilang dari kantor Imigrasi.

Saya tidak tahu dimana kakak, mama, dan rombongan kami. Mungkin saja mereka sudah langsung ke asrama Universiti Malaya, atau masih di luar. Entahlah, saya hanya mengingat siapa yang bisa saya hubungi jika nanti tiba di Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh atau bisa saja saya dikirim melalui fery penyebrangan ke Batam atau ke Kalimantan atau atau. Pikiran untuk pulang memenuhi fikiran saat itu. Tidak ada lagi cita-cita tentang destinasi di Kuala Lumpur atau Melaka. Saat itu saya juga membayangkan bagaimana menceritakan suatu hari nanti bahwa saya telah berkunjung ke Malaysia tapi hanya sampai di Bandara.

Kartu nama Bang Ikhmal


Renungan saya kemudian dikejutkan oleh seorang pemuda berwajah Melayu-Jawa. "Muhammad Akbar Rafsanjani?" tanyanya. "Iya, benar" jawabku. "Sudah makan? Ayo kita makan dulu!" ajaknya. Dia belum lagi memperkenalkan diri. Tanpa pikir panjang, saya langsung ikut. Mungkin karena sangat lapar atau sudah sangat suntuk di dalam kantor imigrasi. Belakangan saya tahu kalau nama pemuda tadi adalah Ikhmal Kamarudin, Ground Operation untuk Air Asia di Bandara LCCT. Sebelum menuju cafe, bang Ikhmal membawa saya lebih dahulu ke counter Air Asia. Dia mengecek setiap tugasnya kemudian kami langsung menuju ke sebuah cafe di lantai 3 Bandara.


Kartu nama Bang Ikhmal



Saya mengambil sebuah roti berisikan sayuran yang kemudian hanya saya habiskan setengah. Maklum saja, biasanya hanya makan roti berlapis selai serikaya. Saya kemudian mulai bercerita kronologis kejadian kepada bang Ikhmal. Ini bisa membuat saya lupa sejenak dengan fikiran-fikiran negatif dipulangkan ke Indonesia. Bang Ikhmal juga tidak menyinggung bagaimana nasib paspor saya, dan saya tidak ingin bertanya juga. Beliau kemudian bertanya tentang aktifitas saya di Aceh. Percakapanpun beralih ke bagian agama di Aceh dan Malaysia. Beliau menceritakan jika Aceh sangat kuat ilmu tasawuf dan fiqhnya. Hal itu sangat berbeda dengan Kuala Lumpur. Saya sesekali memotong pembicaraan dengan menceritakan bawa ini adalah perjalanan pertama ke luar negeri. Untuk membiayai perjalanan pertama ini saya mengumpulkan uang hingga setahun. Dia ketawa cekikan. Dan menasehati agar kedepan jangan lalai lagi.

Setelah menikmati makanan beliau minta izin untuk merokok di ruangan khusus yang telah disediakan di Bandara LCCT sebelum kami kembali ke kantor Imigrasi tadi. Sejenak saya bisa menghela nafas, tetapi teringat kembali bagaimana nasib selanjutnya. Dalam perjalanan jalan kaki kembali ke kantor Imigrasi tadi saya terus dibayang-bayangi fikiran tadi, dikirim ke Bandara Sultan Iskandar Muda, ke Batam, Kalimantan, atau dipenjarakan untuk dua-tiga hari sebelum kemudian di kirim ke Indonesia. Jam sudah menunjuki pukul 22.30 waktu Malaysia.

Bersambung

Saat tiba di kantor Imigrasi, saya melihat kepala rombongan kami sedang terlibat adu mulut dengan Pak Haji


Baca Part 3 di sini

No comments:

Post a Comment