Recent Posts

Contributors

Pertama Kali Travelling, Hilang Paspor di Pesawat (Part 1)

Friday 1 November 2019




Kakak saya, Maria Ulva, mengajar bahasa Inggris di lembaga Esa Citra Yakin (English Course for You, nama sebenarnya) atau biasa disingkat dengan ECY (Esiway). Tahun 2009 mereka melakukan study tour ke Kuala Lumpur dan Melaka, Malaysia. Ini merupakan kali pertama kakak ke luar negeri. Sebuah kebanggaan dalam keluarga kami saat itu, anggota keluarga pergi ke luar negeri. Entah apa yang dibanggakan, saya tidak tahu juga.

Saat ia kembali dari Malaysia, kami dengan bersemangat mendengar cerita pengalaman tiga harinya di Negeri Jiran. Setiap ia bercerita selalu diikuti dengan kata, "insya Allah, tahun depan kita akan pergi sekeluarga". Ia begitu yakin membiayai perjalanan kami sekeluarga yang terdiri dari empat orang. Katanya, ia sendiri akan gratis biaya perjalanan karena menjadi guide bagi pelajar di kursus ECY tersebut.


Bekerja menanam semangka di sawah demi sebuah paspor


Sepanjang tahun 2010, saya berusaha mengumpulkan biaya untuk pembuatan paspor yang saat itu biayanya masih Rp. 270.000,- . Saya sampai rela bekerja menanam semangka di sawah. Kebetulan lembaga pesantren tempat saya menuntut ilmu saat itu menerima bantuan dana untuk bidang pertanian yang dinamakan dengan program LM3. Bekerja selama tiga bulan di sawah dengan semangat pergi ke Kuala Lumpur membuat saya melupakan hari-hari tersulit.

Dalam tiga bulan tersebut saya mendapatkan uang Rp. 500.000,- . Cukup untuk pembuatan paspor saya dan mama. Seperti yang telah dijanjikan kakak, biaya tiket kami ditanggung olehnya. Hari keberangkatanpun tiba. Hanya bapak yang tidak ikut dalam perjalanan kami pertama kali ke luar negeri. Saya yang lumayan kampungan, saat itu masih tidak percaya bahwa telah berada di dalam pesawat milik maskapai penerbangan Air Asia. Karena begitu excited dengan suasana ini, saya meletakkan paspor yang tadi saya keluarkan ketika berhadapan dengan parmugari, saya letakkan di depan seat. Satu jam setengah berada dalam pesawat, akhirnya kami tiba di Bandara LCCT Malaysia. Saya masih tidak percaya bahwa sudah berada di negeri Malaysia yang dipisahkan oleh lautan dari Aceh. Dulu paling jauh perginya itu hanya ke Medan.

Saat mengisi form yang diberikan untuk menyelesaikan proses arrival, ada kolom untuk mengisi nomor paspor. Saya langsung mengambilnya di dalam tas. Tetapi saya tidak menemukannya di sana. Dengan paniknya saya menceritakan ini kepada mama. Kakak yang saat itu sedang mengurus keperluan pelajar lain masih sangat sibuk untuk diberitahukan. Pada akhirnya mama menceritakan hal ini kepada kakak juga. Setengah marah, kakak menasehati saya. Saya tidak tahu apalagi yang dikatakannya saat itu karena panik dan takut.



Bersama kakak di Batu Caves, 2010


Akhirnya saya dibawa ke kantor Imigresen Bandara LCCT. Tidak tahu apa kesepakatan antara kakak dan kepala imigrasi Malaysia Bandara LCCT. Saya hanya duduk menunggu dengan perut lapar. Akhirnya kepala imigrasi itu bicara kepada saya dengan nada agak kesal "Jika pesawat tu balik dan tak de paspo you, you musti kami kirim balik ke Indon".


Bersambung

Akhirnya, pesawat yang saya tumpangi tadi tidak menemukan paspor saya


Baca Part 2 di sini

1 comment: