Recent Posts

Contributors

Pertama Kali Travelling, Balik ke Banda Aceh dengan Segudang Pengalaman Berharga (Tamat)

Tuesday 5 November 2019
Salah Satu Mesjid di Muar


Lagu Yo Te Amo, original soundtrack serial Full House yang mendayu-dayu di dalam taksi tidak berhasil membuat suasana rileks. Besok merupakan hari terakhir kami di Malaysia sebelum berangkat pulang ke Banda Aceh. Jadwal keberangkatan kami adalah pukul 08.15 waktu Malaysia. Berarti kami sudah harus berangkat dari Universiti Malaya sekitar pukul 04.00 dini hari. Karena kami harus menempuh jarak lebih kurang dua jam untuk tiba di Bandara Low Cost Carrier Terminal (LCCT).

Saat kami tiba di asrama UM, semua wajah tidak menampakkan kebahagiaan baru tiba dari Singapura. Selain berkunjung ke Singapura, mereka juga singgah di Muar dan Melaka. Muar adalah sebuah daerah di Malaysia yang sangat kental dengan budaya melayu pedesaan. Jika kalian penggemar film kartu Upin dan Ipin pasti bisa membayangkan bagaimana suasana di Muar. Sedangkan Melaka, disebut juga Bandaraya Bersejarah, merupakan daerah yang memiliki sejuta kisah. Banyak peninggalan sejarah di Melaka yang kemudian menjadi objek wisata. Aceh sendiri memiliki ikatan kuat dengan Melaka. Saya akan menceritakan perjalanan ke Melaka pada seri "Kedua Kali Travelling". Saat itu saya berkunjung bersama Komunitas Pakaian Adat Aceh.

Kami langsung menjumpai kakak. Tidak tampak ada Miss Yet di sana. Kata kakak. Miss Yet langsung menghubungi balai polis wilayah sekitar Pasar Seni. Atau kemudian menghubungi Kedutaan Besar Republik Indonesia. Mungkin Miss Yet harus mengulangi alur pelaporan seperti yang terjadi pada saya enam hari yang lalu, melapor kehilangan ke balai polis, mengontak kedubes, membuat paspor pemulangan, dan kemudia memohon izin tinggal di jabatan imigresen pusat di Putra Jaya.

Miss Yet dan Bu Des


Kakak sangat susah karena uang RM 1600 yang hilang dalam tas Miss Yet tadi adalah uang jajan anak-anak dalam rombongan yang dititip kepada beliau. Sekarang, kami tidak memiliki uang bahkan untuk makan malam. Kamar sepi, tidak ada yang berbicara. Kami bertiga hanya duduk, mama mempersiapkan segala tas dan memastikan kami siap untuk berangkat besok. Anak-anak yang lain berada di kamarnya masing-masing. Kemudian kami dikejutkan oleh Bu Des yang masuk ke dalam kamar sambil berkata

Udah kubilang, si Yet emang kualat dia. Untuk apa dia nyinyir-nyinyir ke si Akbar, sekarang baru dia rasa. Sok kali pun dia, mau ajarin orang lain supaya gak lalai. Sekarang dia sendiri yang lalai.

Kemudian Bu Des melanjutkan obrolan dengan mama. Kakak kemudian menanyakan ide kepada saya untuk makan malam nanti. Saya kemudian teringat dengan mie instan di kantin bawah. Saat membeli nasi goreng kampung di kantin, saya melihat ada diskon untuk pembelian mie instan. Mie instan ini mungkin merupakan mie instan yang baru diproduksi di Malaysia. Saya menyarankan kepada kakak untuk mengumpulkan koin-koin yang ada pada anak-anak. Pasti mereka punya banyak koin dari kembalian saat mereka berbelanja.

Ternyata memang benar, mereka memiliki banyak koin sisa belanja. Kami mengumpulkan hingga berjumlah RM 20. Jumlah ini cukup untuk makan malam dan makan pagi kami nanti sebelum berangkat ke bandara. Kemudian kami berdua turun ke kantin. Setelah memilih beberapa mie instan, roti, dan selai, kami menuju ke kasir. Gemerincing bunyi koin sen kemudian memenuhi kantin. Kasir penjaga kantin tersenyum dan bertanya. Setelah kami bercerita, akhirnya dia pergi mengambil beberapa buah mie instan lagi. Mie instan ini diberikan gratis sebagai tambahan.

Kakak kemudian memasak air untuk merebus mie. Menu utama kami malam itu adalahh mie instan rebus. Suasana asrama kembali ceria setelah kami berkumpul kembali untuk makan malam. Bu Des yang dari tadi bersama mama di dalam kamar pun keluar bergabung. Beliau menceritakan bahwa Miss Yet baik-baik saja. Bu Des baru saja menerima telepon dari Miss Yet untuk mengurusi keberangkatan kami ke bandara. Miss Yet tidak bisa ikut pulang bersama kami. Paspor pemulangannya mungkin baru siap sehari atau dua hari ke depan. Mungkin saja Miss Yet akan ke Putra Jaya untuk mengurus izin tinggal untuk beberapa hari. Beliau harus mengurus kehilangan tas ke balai polis.

Setelah makan malam, kami kembali ke kamar masing-masing. Jam sudah menunjukkan pukul 00.00 waktu Malaysia. Kami harus istirahat sejenak sebelum nanti bangun lagi pada pukul 04.00. Subuh itu kami menumpang taksi untuk menuju bandara. Kami tidak mau ketinggalan pesawat. Uang kami sudah tidak ada lagi. Mungkin hanya tersisa beberapa rupiah untuk sarapan pagi nanti di Banda Aceh. Setelah menunaikan ibadah shalat subuh di bandara, kami melakukan check in. Di sana rupanya sudah tiba Miss Yet.

Miss Yet langsung bergabung dan memeluk kami satu per satu. Suasana bandara pun berubah haru. Tiba giliran mama, Miss Yet setengah menangis meminta maaf atas perkataan beliau kepada mama. Mama kemudian menenangkan Miss Yet dan mengatakan bahwa ini memang sudah takdir Allah. Tidak ada sebab apa-apa, jika ada sebab pun itu merupakan kebetulan.

Kemudian beliau menghampiri saya. Miss Yet meminta saya untuk membantu kakak mengurusi anak-anak hingga tiba di Banda Aceh nanti. Setelah saling pamit, kami memasuki ruang tunggu. Segala sesuatu sekarang berubah menjadi normal kembali. Bandara LCCT menyisakan kenangan tersendiri bagi saya. Dia yang semula menampakkan aura kekejaman, sekarang pamit menyisakan sebuah kisah yang akan saya ingat sepanjang malam. Renungan saya kemudian dikejutkan oleh pengumuman bahwa penumpang pesawat Air Asia AK 305, untuk segera bersiap-siap menuju pesawat.

Saya berjalan dari ruang tunggu ke pesawat dengan yakinnya. Saya membawa banyak kisah yang akan saya ceritakan tentang Malaysia. Saya jatuh cinta ke Malaysia. Hingga nanti saya akan kembali lagi dengan kisah baru. Tentang orang-orang yang telah terdahulu mengunjungi tanah melayu ini. Bahkan sejak masa Sultan Iskandar Muda.

Tamat


Note: Tulisan ini akan di lanjutkan dengan kisah selanjutnya dengan keyword Kedua Kali Travelling, tentang kisah perjalanan saya menelusuri tinggalan sejarah dan kebudayaan Aceh di Malaysia.

No comments:

Post a Comment