Recent Posts

Contributors

Kedua Kali Traveling, Jadi Duta Wisata Dadakan di Muzium Negara (Chapter 5)

Saturday 9 November 2019





May we take picture with you?

Pelancong dari Tiongkok itu langsung menghampiri bang Say yang sedang berdiri sendiri di gerbang masuk Muzium Negara. Setelah berfoto dengan bang Say, mereka memanggil kami yang sudah duluan masuk ke pekarangan Muzium. Entah apa yang diceritakan bang Say kepada mereka hingga kami semua balik untuk berfoto bersama para turis tersebut.

Awak nyan dipike tanyoe duta Muzium, sebab tapakek bajee adat. (Mereka mengira kita duta Muzium, sebab mengenakan pakaian adat)

Bang Say dengan semangatnya menceritakan kepada kami bahwa dia berbicara dalam bahasa Inggris dengan turis-turis itu. Bang Say adalah seorang pegawai tata usaha di Madrasah Tsanawiyah Negeri di Garot. Dia tidak begitu mahir berbicara dalam bahasa Inggris. Namun turis-turis tersebut terlihat mengangguk mengerti setiap kali bang Say menceritakan sesuatu.

Saiful Bahri, biasa dipanggil bang Saiful atau disingkat menjadi bang Say



Mereka sangat senang. Sebagian besar terlihat sudah berumur. Begitulah kehidupan orang luar negeri, mungkin. Mereka menghabiskan separuh hidup untuk menjelajahi dunia lain. Traveling katanya sangat ampuh untuk mengobati penyakit. Penyakit fisik juga penyakit hati, katanya. Jika ditanya, apakah agama Islam menganjurkannya? iya, Islam menganjurkannya. Dalam Islam dikenal istilah rihlah. Tubuh dan jiwa kita punya hak untuk refreshing yang harus kita penuhi. Ibadah melulu juga tidak dianjurkan oleh Islam. Dalam kitab Ihya Ulumiddin bahkan disebutkan oleh Imam Al-Ghazali, ketika beliau mengurutkan wirid yang sepatutnya dibaca oleh orang mukmin.

Salah satu manuskrip kitab jawi yang ada di Muzium Negara, membahas masalah fiqh




Beliau mengurutkan bacaan wirid yang berbeda-beda dengan alasan agar jiwa kita tidak bosan dengan bacaan wirid tersebut. Saya juga pernah mendengar manaqib Abuya Syeikh Mudawali Al-Khalidi yang ditulis oleh Abu Keumala. Abuya punya waktu khusus untuk refreshing. Beliau berdiri lama di kebunnya, memandang aneka ragam tumbuhan dan hewan peliharaan.

Kami terlihat bahagia saat itu. Di sini kami punya banyak orang yang memberikan apresiasi. Mereka memberi suntikan motivasi dengan cara yang menyenangkan. Aceh memang sebuah bangsa yang meusyuhu ateuh rueng donya. Kami masuk ke dalam Muzium Negara setelah membayar tiket. Biaya tiket dibayar oleh Munir sebagai rasa menghormati tamu. Padahal dia juga berasal dari Aceh.

Bersama warga Palestina



Aura persaudaraan segera saja muncul saat pertama kali masuk ke ruangan Muzium ini. Malaysia punya ikatan kuat dengan Aceh. Kami sangat dihormati di sini. Banyak karya seni dan peninggalan sejarah yang memberikan bukti bahwa Aceh dan semenanjung Melayu merupakan sebuah daerah setanah air. Diantara bukti-bukti tersebut adalah kitab-kitab jawi yang menyebutkan wilayah semenanjung melayu ini dengan nama yang satu, Negeri Bawah Angin.

Di dalam Muzium kami bertemu lagi dengan sebuah keluarga yang berasal dari Palestina. Mereka juga sangat senang dengan pakaian yang kami kenakan.

you are awesome

Saat terjadi pemboman ke Palestina oleh militer Israel tahun lalu, saya jadi teringat dengan keluarga ini. Dua anak kembarnya sangat lucu.

Pemandangan dari sky walk yang menuju ke arah PWTC



Pukul 13.00 waktu Malaysia, kami meninggalkan Muzium Negara untuk melanjutkan perjalanan ke Pusat Dagangan Dunia Putra atau biasa disingkat dengan PWTC (Putra World Trade Centre). Kali ini kami tidak menumpang taksi. Sabiran Gibran mengajak kami berjalan kaki melalui sky walk. Setiap mata memandang kami yang berjalan di sky walk dengan baju adat. Namun mereka tidak memandang aneh, melainkan sambil melempar senyum dan banyak yang meminta foto.

Bersambung

Baca Chapter 6 di sini

No comments:

Post a Comment