Recent Posts

Contributors

Pertama Kali Travelling, Mendapat Berkah Pada Chow Kit yang Bermasalah (Part 6)

Sunday 3 November 2019
Ngopi di Gerai (sebutan untuk warkop jalanan) milik orang Aceh di Chow Kit


 Laju monorel yang membelah jantung kota Kuala Lumpur menghadirkan pemandangan yang belum pernah saya lihat. Melewati blok-blok bangunan lama dan mall-mall baru merupakan pemandangan yang menunjukkan bahwa Kuala Lumpur adalah kota dengan pembangunan yang cepat tapi masih tersisa nostalgia-nostalgia lama. Akhirnya kami tiba di stasiun pemberhentian Chow Kit. Di sana telah menunggu Bang Panur. Nama lengkap beliau adalah Saifannur, anak dari kakak sepupu mama.

Saifannur sudah 4 tahun tinggal di Chow Kit. Dia pergi ke Malaysia sekitar tahun 2006. Sebelum musibah Tsunami, bang Panur bekerja di Meulaboh. Hingga pada saat musibah tersebut, dia harus berjalan kaki bersama rombongan untuk pulang kembali ke Sigli. Kami kemudian di bawa ke tempat tinggal bang Panur, di sebuah kamar berukuran 5 x 5 m di lantai 3 ruko. Di Chowkit bangunan bertingkat enam hingga tujuh dimanfaatkan sebagai penginapan, seperti rumah susun. Pada lantai pertama adalah toko. Untuk naik ke atas, ada tangga terpisah. Sehingga kita tidak harus masuk melalui toko untuk menuju tangga.


Pasar di Jalan TAR, Chow Kit


Chow Kit adalah daerah paling sering terjadi pemeriksaan untuk pendatang. Chow Kit disebut juga kampung Aceh, karena banyaknya orang Aceh yang mencari rezeki di sana. Jika kalian masuk ke dalam pasar di Jalan TAR, jangan heran jika ada yang bertutur bahasa Aceh. Begitu juga di pasar buah di depan hotel Safwan. Tepat di samping hotel Safwan, ada warung nasi Aceh. Warung nasi ini milik orang Panton Labu yang sudah sangat lama tinggal di Malaysia. Di belakang warung tersebut ada sebuah surau tempat pengajian Al- Quran untuk anak-anak Aceh.

Di warung ini juga akan banyak kita temukan orang yang bertutur dengan bahasa Aceh. Mereka rata-rata warga dari berbagai daerah di Aceh yang merantau ke Malaysia. Bang Panur kemudian mengajak kami untuk berkeliling Chow Kit, menjumpai orang-orang Garot yang merantau di sana. Karena tidak ada kabar akan kedatangan ke Malaysia, sebagian mereka terkejut ketika melihat saya dan mama sudah berada tepat di depan toko tempat mereka bekerja.

Ada isu beredar di Aceh, terutama di Garot bahwa mereka yang bekerja di Malaysia kebanyakan menjual narkoba atau biasa dikatakan sabu-sabu. Ini sudah menjadi semacam pengkondisian sosial. Tapi saya melihat mereka bekerja seperti biasanya, sebagai penjual buah-buahan, penjual ikan, pekerja di kedai runcit (toserba), juga sebagai kasir di Plaza GM. Memang ada sebagian yang bermain kotor, tapi saya tidak bisa memastikan hal itu.

Sebuah berkah yang tidak saya sangka. Rupanya Allah memang ingin menggagalkan keberangkatan saya ke Singapura untuk bisa bersilaturrahmi dengan warga Aceh di Chow Kit. Di sini saya bisa melihat sendiri bagaimana kehidupan orang Aceh di Malaysia. Atau mungkin saja saya hanya baru sehari di Chow Kit ini? Sehingga saya belum bisa melihat hingga sampai kepada detail-detail kehidupan di Chow Kit ini.


Warung Nasi Aceh Sepakat di Jalan Raja Bot


Kami melewati sebuah gang di antara blok bangunan untuk menuju rumah makan Aceh. ada sebuah kantor Polis wilayah Chow Kit di sana. Bang Panur langsung bertanya kepada saya

na kame paspor pemulangan? (Ada bawa Paspor pemulangan?)

Saya langsung berhenti dan merogoh ke dalam tas ransel Barcelona milik adik sepupu yang saya pinjam. Tidak ada. Saya melihat ke arah bang Panur dan mama. Kemudian bang Panur memutar ke arah lainnya, tidak jadi ke rumah makan Aceh di jalan Raja Bot. Rupanya kami di bawa menemui Anwar, biasa saya panggil bang Nuat. Anwar lebih lama tinggal di KL daripada bang Panur. Dia sudah mendapatkan permit satu tahun sebagai pekerja di Malaysia.

Bang Nuat juga yang biasa berurusan untuk menebus warga Garot yang ditangkap pihak imigrasi karena memakai visa pelancong untuk menjadi pekerja. Izin 30 hari mereka pakai untuk bisa masuk ke Malaysia, kemudian mereka bekerja hingga satu tahun dengan cara yang was-was. Sebagian memang sudah memegang permit satu tahun, dibiayai oleh toke mereka.


Kedai Sari India di Pasar Murah Mesjid India


Bang Nuat membawa kami ke daerah yang agak aman dari pemeriksaan pihak polis atau imigresen. Kami kemudian makan di warung nasi Padang di lantai paling atas Sogo. Allah memang selalu memberikan hikmah dibalik sebuah kejadian yang kita lalui. Saya menginap satu malam di Chow Kit dan mengeksplore seluruh pelosok daerah yang unik ini. Dan mendapat informasi yang benar-benar membuat saya merasa seperti tahu segalanya. Bagaimana warga Aceh bisa tetap berkuasa atas daerah ini. Karena berwisata tidak selalu pergi melihat gedung-gedung indah dan menjulang megah. Chow Kit benar-benar membuat saya jatuh cinta.

Hikmah lainnya, saya mendapat RM 150 kembali dari uang yang diberikan oleh orang Garot yang saya kenal. Kini oleh-oleh kembali bisa dibeli. Waktu dan tempat yang sangat cocok. Chow Kit punya pusat perbelanjaan murah di Malaysia, UO Store dan Plaza GM. Bergerak sedikit lagi, ada Mesjid India, tempat sari-sari India dijual dengan harga yang cocok bagi kualitasnya.

Bersambung


Baca Part 7 di sini

No comments:

Post a Comment